
Alvina Camelia

Alvina Camelia
Disabilitas merupakan keterbatasan fisik atau mental yang dialami oleh seseorang. Banyak Penyandang Disabilitas yang merasa dirinya tidak punya masa depan dan tidak bisa meraih cita-citanya. Mereka menganggap dirinya adalah beban keluarga, bahkan mereka menyerah dan patah semangat, karena tidak bisa melakukan sesuatu dengan kondisi keterbatasan fisiknya.
Sagara
Atmaraja adalah salah satu Penyandang Disabilitas yang memiliki keterbatasan
pada kedua kakinya. Sagara tidak bisa berjalan sedari kecil, Dokter mengatakan
bahwa Sagara tidak bisa berjalan karena bawaan sejak dari kandungan. Sagara
sering berdebat dengan pikirannya mengenai masa depannya yang tidak pasti.
Sagara merasa dirinya tidak bisa meraih cita-citanya dengan kondisi fisiknya
sekarang.
Sagara
bermimpi ingin menjadi seorang yang terkenal dan sukses. Namun,Sagara
memutuskan untuk menggubur dalam-dalam mimpinya itu. Sagara sering menyendiri
di sekolah, ia selalu berdebat dengan pikiranya sendiri mengenai masa depan dan
cita-cita yang tidak bisa diraihnya. Sagara suka menulis bait-bait puisi, ia
mencurahkan segala perasaannya melalui puisi,baik suka maupun duka.
Suatu hari
Sagara memutuskan untuk keluar berjalan-jalan disekeliling perumahannya, Sagara
mendorong kursi rodanya sendiri menuju pintu keluar rumahnnya. Saat Sagara
berjalan, ia melihat ke arah lapangan bola, disana banyak anak seumurannya yang
sedang bermain bola. Sagara pun terseyum melihat mereka, ia pun mendorong kursi
rodanya ke arah lapangan untuk bergabung bermain bola bersama mereka. Namun,
Sagara menggurungkan niatnya, senyumannya pun mulai memudar saat ia menginggat
kondisi keterbatasannya yang tidak bisa berjalan.
Sagara
dengan perasaannya yang sedih pun, mendorong kursi rodanya ke arah rumahnya.
Saat Sagara berjalan ke arah rumahnya, ia melihat seorang anak perempuan yang
sedang melukis di depan rumahnya. Tetapi anak perempuan itu melukis menggunakan
satu tangan, sagara pun menghampiri anak perempuan itu yang tidak lain adalah
tetangganya Ayla.
“Assalamualaikum
Ayla,” salam Sagara sambil melambaikan tangan pada Ayla.
“Waalaikumsalam
Sagara,” ujar Ayla sambil membalas lambaian tangan Sagara.
“Wah, bagus
sekali lukisannya Ayla!” Pujian Sagara melihat lukisan Ayla.
“Oh ya,
terimakasih atas pujiannya Sagara,” ujar Ayla sambil tersenyum ramah.
Sagara
memandang Ayla yang sedang melukis, ia berpikir bahwa Ayla kesusahan melukis
dengan menggunakan satu tangan. Namun, kenyataannya Ayla tidak terlihat
kesusahan sama sekali melukis dengan satu tangannya. Sagara berdebat dengan
pikirannya sendiri, ia berpikir bahwa Ayla punya bakat, tidak seperti dirinya
yang tidak punya bakat sama sekali. Ayla yang menyadari bahwa Sagara terlihat
murung dan sedih setelah melihatnya melukis pun sedikit kebinggungan.
“Sagara,
kenapa kamu terlihat murung dan sedih begitu?” ujar Ayla yang terlihat
kebinggungan dengan perubahan ekspresi Sagara.
“Aku merasa
tidak punya masa depan dengan kondisi keterbatasanku yang tidak bisa berjalan
ini” ujar Sagara yang terlihat sedih, Ayla yang mendengar tutur kata Sagara pun
ikut sedih.
“Sagara,
keterbatasan itu bukanlah sebuah hambatan bagi kita untuk meraih cita-cita dan
mengukir masa depan,” ujar Ayla pada Sagara.
“Tapi kamu
punya bakat Ayla, tidak seperti aku, tidak punya masa depan, hanya beban
keluarga, bahkan cita-cita pun tak bisa kuraih,” ujar Sagara yang terlihat
pasrah akan masa depannya.
“Sagara,
ini bukan masalah bakat tetapi kepercayaan terhadap diri sendiri. Kamu bukan
tidak punya bakat tetapi kamu kurang percaya diri Sagara, keterbatasan bukan
sebuah hambatan untuk kita mengukir karya Sagara,” ujar Ayla.
Sagara pun
terdiam, ia mencerna setiap kata yang Ayla ucapkan. Sagara berdebat dengan
pikirannya, ia masih merasa tidak punya cita-cita, beban keluarga, dan tidak
punya masa depan dengan keterbatasannya. Ayla menyadari bahwa Sagara masih
berpikir dirinya tidak punya masa depan.
“Sagara,coba
kamu lihat lukisan ini,” ujar Ayla sambil menunjuk ke arah lukisannya.
Sagara pun
melihat lukisan Ayla, dalam benaknya berkata “Indah” ujar Sagara yang memandang
lukisan itu, Ayla yang mendengarnya pun tersenyum.
“Sagara
kamu tahu?, lukisan ini dilukis oleh salah satu penyandang disabilitas yang
kehilangan satu tangannya, tapi lihatlah lukisan ini terlukis dengan indah,
dengan satu tangan pun penyandang disabilitas bisa melahirkan karya,” ujar
Ayla.
“Dulu aku
juga seperti kamu, menganggap diriku hanya sebuah beban, tidak punya masa
depan. Namun, aku sadar bahwa keterbatasan ini adalan tantangan bagiku untuk
menuju masa depan yang indah,” ujar Ayla.
“Tapi,,,,”
ujar Sagara yang langsung dipotong oleh Ayla.
“Sagara,
kita ini anak-anak istimewa. Banyak penyandang disabilitas yang sukses dengan karyanya
ditengah keterbatasan, mereka tidak menyerah begitu saja, mereka mengukir masa
depan dengan keterbatasannya” ujar Ayla.
“Sagara,
mana tangan kamu?” ujar Ayla.
Sagara pun
mengulurkan tangannya, Ayla pun memberikan sebuah pena pada Sagara. “Sagara,
setidaknya pena ini bisa menjadi perantaran menuju duniamu,” ujar Ayla dengan
semangatnya.
Sagara pun
tersenyum, semangat Sagara mulai membara, ia menepis pikirannya mengenai masa
depan yang tidak pasti. Sagara percaya bahwa ia bisa mengukir masa depannya
dengan keterbatasan fisiknya. Ayla yang melihat Sagara pun ikut tersenyum, Ayla
percaya Sagara bisa melahirkan karyanya sendiri.
“Ayla,
terimakasih” ujar Sagara pada Ayla.
“Iya
sama-sama Sagara, aku tunggu segudang karya dari mu Sagara!” ujar Ayla.
“Pasti,
akan aku perlihatkan karyaku pada dunia!” ujar Sagara dengan semangat yang
membara.
“Aku pulang
dulu ya, Assalamualaikum” ujar Sagara berpamitan pada Ayla.
“Waalaikumsalam, hati-hati Sagara” ujar Ayla.
“Iya” ujar
Sagara sambil melambaikan tangan pada Ayla.
Sagara pun pulang dengan perasaan senang
dan sebuah pena yang ia genggam. Sagara percaya bahwa apa yang dilakukan sekarang
akan membawanya ke masa depan yang indah. Sagara akan menceritakan karyanya
pada dunia, dengan bait-bait puisinya, melalui pena yang ia genggam. Sagara
mulai menyibukkan dirinya dengan berbagai lomba menulis puisi. Tidak menjadi
juara pun, tidak akan mematahkan semangat seorang Sagara Atmaraja.
Suatu hari
Sagara mendapatkan penghargaan dari sekolahnya dalam ajang lomba menulis puisi
dengan judul, Warnai dunia dengan karyamu. Sagara tidak berhenti begitu saja
setelah mendapatkan penghargaan, Sagara akan menceritakan pada dunia bahwa dia
tidak sendiri. Bagi Sagara keterbatasan bukalan hambatan atau halangan untuk
mengukir karya.
Dengan niat, tekad, dan semangat yang membara akan melahirkan sebuah karya yang indah. Banyak penyandang disabilitas yang dipandang kurang mampu dalam beberapa aktivitas, namun kenyataanya mereka membatah dengan bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah sebuah hambatan atau penghalang bagi mereka untuk mengukir masa depan yang indah.
Banyak penyandang disabilitas yang sukses dan terkenal dengan karyanya, mereka terus berkarya dengan keterbatasanya yang istimewa. Keterbatasan bukanlah sebuah penghalang melaikan sebuah tantangan bagi mereka untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka bisa berkarya dengan bebas ditengah keterbatasanya itu. Karya yang menceritakan pada dunia bahwa mereka adalah orang-orang istimewa, karya yang membawa mereka pada dunia yang indah. Dunia mengenal mereka dengan karyanya yang indah, penyandang disabilitas bukan orang yang harus dikasihani tetapi mereka adalah orang yang harus disemangati.
Siswa Kelas XI APAT SMK Negeri 1 Calang
(Juara II FLS3N Tingkat Kabupaten Aceh Jaya TAhun 2025)
Posting Komentar